Menengok Urat Nadi Perdagangan Era Kerajaan Sriwijaya
Pada dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur barus, kayu gaharu, cengkih, pala, kapulaga, gading, emas, dan timah, yang membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Kekayaan yang melimpah ini telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-vassal-nya di seluruh Asia Tenggara. Dengan berperan sebagai pelabuhan utama di Asia Tenggara, dengan mendapatkan restu, persetujuan, dan perlindungan dari Kaisar Tiongkok untuk dapat berdagang dengan Tiongkok, Sriwijaya senantiasa mengelola jejaring perdagangan bahari dan menguasi urat nadi pelayaran antara Tiongkok dan India.
Karena alasan itulah Sriwijaya harus terus menjaga dominasi perdagangannya dengan selalu mengawasi pelabuhan pesaing dari negeri di sekitarnya. Keperluan untuk menjaga monopoli perdagangan inilah yang mendorong Sriwijaya menggelar ekspedisi militer untuk menaklukkan bandar pelabuhan pesaing di kawasan sekitarnya dan menyerap mereka ke dalam mandala Sriwijaya. Bandar Malayu di Jambi, Kota Kapur di pulau Bangka, Tarumanagara dan pelabuhan Sunda di Jawa Barat, Kalingga di Jawa Tengah, dan bandar Kedah dan Chaiya di semenanjung Malaya adalah beberapa bandar pelabuhan yang ditaklukan dan diserap ke dalam lingkup pengaruh Sriwijaya. Disebutkan dalam catatan sejarah Champa adanya serangkaian serbuan angkatan laut yang berasal dari Jawa terhadap beberapa pelabuhan di Champa dan Kamboja. Mungkin angkatan laut penyerbu yang dimaksud adalah armada Sriwijaya, karena saat itu wangsa Sailendra di Jawa adalah bagian dari mandala Sriwijaya. Hal ini merupakan upaya Sriwijaya untuk menjamin monopoli perdagangan laut di Asia Tenggara dengan menggempur bandar pelabuhan pesaingnya. Secara keseluruhan, Sriwijaya berjaya dalam hal perdagangan sejak tahun 670 hingga 1025 M.
Selain menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok, Sriwijaya juga menjalin perdagangan dengan tanah Arab. Kemungkinan utusan Maharaja Sri Indrawarman yang mengantarkan surat kepada khalifah Umar bin Abdul-Aziz dari Bani Umayyah tahun 718, kembali ke Sriwijaya dengan membawa hadiah Zanji (budak wanita berkulit hitam). Selain itu, berikut beberapa bukti hubungan antara Kerajaan Sriwijaya dan Kekhalifahan Umayyah:
- Raja Sriwijaya mengirimkan surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dua kali. Dalam surat tersebut, Raja Sriwijaya menyebut dirinya sebagai kerajaan maha raja dan rajanya sebagai keturunan dari para raja.
- Raja Sriwijaya mengirimkan hadiah berupa rempah-rempah asal Nusantara sebagai tanda persahabatan.
- Raja Sriwijaya meminta agar seorang ulama atau ahli dalam agama Islam dikirimkan ke pusat Sriwijaya di Palembang.
Surat surat Raja Sriwijaya kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz merupakan salah satu bukti masuknya Islam di Indonesia.
Pada paruh pertama abad ke-10, di antara kejatuhan dinasti Tang dan naiknya dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama Fujian, kerajaan Min dan kerajaan Nan Han dengan negeri kayanya Guangdong. Tak diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini.
Pada masa inilah diperkirakan rakyat Sriwijaya mulai mengenal buah semangka (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum. & Nakai), yang masuk melalui perdagangan mereka.
Dikutip dari berbagai sumber
Ar
-
PrevoiusYou are viewing Most Recent Post
-
Next
No Comment to " "