Kreatifitas bukanlah harga mati yang tidak
dapat ditawar lagi. Kreatifitas juga bukan warisan genetik. Setiap manusia
memiliki naluri untuk memenuhi berbagai keingian dan kebutuhan, juga memiliki kreatifitas
yang berbeda-beda. Kreatifitas terbentuk dari sebuah usaha, kebiasaan, dan
latihan yang dilakukan secara kontinu seiring dengan tuntutan waktu dan tempat
di mana manusia berada. Berbagai persaingan dalam setiap aspek kehidupan, telah
mendorong manusia untuk semakin kreatif dan inovatif.
Begitu pula halnya dalam dunia ekonomi, pokok
permasalahan yang menjadi pusat dalam kehidupan manusia. Maraknya berbagai
karya dalam maupun luar negeri, menunjukkan bagaimana insan kreatif telah
menjamur di dunia ini.
Tangan kita memiliki kemampuan
alamiah. Peta tangan di atas menunjukkan bahwa manusia terlahir dengan berbagai
naluri dan keinginan untuk mempertahankan hidupnya.
Ekonomi kreatif bukanlah hal yang tabu bagi masyarakat
Indonesia. Insan ekonomi yang mampu bersaing dalam berbagai bidang telah
menjamur di Indonesia. Negara Indonesia memiliki potensi besar untuk
mengembangkan pasar industri kreatif. Akan tetapi, beberapa masalah seperti; maraknya
pembajakan karya, minimnya apresiasi pemerintah kepada insan kreatif dan
karyanya, kurangnya perindungan HAKI (Hak
atas Kekayaan Intelektual),
serta infrastruktur teknologi informasi yang belum kompetitif, memberi pengaruh
besar pada laju perekonomian kreatif yang menurunkan semangat para SDM Indonesia untuk lebih mengembangkan
kreatifitasnya.
Dewasa ini, Indonesia mulai berusaha
meningkatkan laju ekonomi kreatif dalam upaya pembangunan nasional, sejak
dicanangkan tahun 2006. Dan sejak tahun 2007, cetak biru pembangunan ekonomi
kreatif yang ditata dengan apik, instruksi presiden telah diterbitkan, dan juga
diselenggarakannya Pekan Produksi Indonesia setiap tahun. Hal tersebut merupakan beberapa langkah strategis
pemerintah dalam mengembangkan ekonomi kreatif. Sebenarnya, Indonesia telah
memiliki karya yang luar biasa yang mampu menopang perekonomian Negara. Sebut
saja Martha Tilaar. Dedikasi bisnisnya dalam bentuk pemberdayaan, terutama bagi
perempuan. Usaha bisnis Martha Tilaar ini memayungi 11 anak perusahaan dan
mempekerjakan sekitar 6.000 karyawan, 70 persen diantaranya adalah perempuan.
Ada pula Riana Bismarak, yang memiliki inisiatif untuk mendirikan bisnis online
shopping dengan alamat www.belowcepek.com. Semua koleksi busana yang dijual di
situs tersebut merupakan buatan Indonesia. Dengan harga yang terjangkau, dapat
memberi peluang bagi para konsumen untuk tetap tampil menarik tanpa perlu mengeluarkan
banyak rupiah.
Pada tahun 2012 lalu, Badan Penelitian dan
Pengembangan (BPP) Provinsi Riau, bahkan telah meresmikan berdirinya Pusat
Informasi dan Pembinaan Ekonomi Kreatif Provinsi Riau di Soedirman City Square,
Pekanbaru. Upaya tersebut dilakukan semata-semata untuk mendukung pemerintah
dalam mencanangkan pengembangan industri kreatif di Indonesia.
Ekonomi kreatif telah menjadi perbincangan
hangat di mata dunia. Melirik Negara Indonesia yang memiliki 300 lebih suku
dengan budayanya, seharusnya Indonesia dapat lebih pintar dalam memanfaatkan
potensi besar tersebut.
Seperti halnya kita menengok Negeri Belanda, negara
yang pernah melirik ragam kekayaan Indonesia dan menjajah Indonesia lebih dari
350 tahun lamanya ini, menjadi salah satu negara yang telah mengembangkan
industri kreatif dalam tuntutan perekonomian. Padahal, luas Negara Belanda yang
hanya 41,526 km2 berbeda jauh degan luasnya negeri seribu pulau ini.
Pada Mei 2011, Belanda mendapat status “Negara Paling Bahagia” menurut hasil-hasil
OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development). Yang
terkenal di Belanda ialah kota Amsterdam dan Utrech yang merupakan kota kreatif
dengan karya-karya kreatif dan inovatif. Baik dari desain arsitektur, fashion,
dan lain sebagainya. Ada pula William Crowel yang terkenal dengan desain
grafisnya.
Belanda telah menunjukkan bahwa kreatifitas
dapat mendulang laju pertumbuhan ekonomi negara. Kendati demikian, dalam upaya
pembangunan tersebut, Negeri Kincir Angin terinspirasi dari negara-negara besar
seperti Inggris dan Amerika yang lebih dulu membangun konsep kota kreatif (creative
city). Tak lepas dari kesuksesan Negeri Tulip ialah, bagaimana fundamental
pendidikan yang selalu mengajak anak didiknya untuk terus berfikir kreatif.
Perlu kita sadari, apabila Indonesia berhasil
dikuasai Belanda, bisa saja Indonesia dengan seribu pulaunya dapat menjadi negara
dengan laju pertumbuhan ekonomi yang pesat. Kalau Belanda yang pernah
menginginkan Indonesia saja dapat bangkit dan membangun perekonomiannya melalui
industri kreatif, sehingga dapat bersaing di pasar dunia, mengapa Indonesia
tidak?
Sudah saatnya Indonesia terus mengembangkan kualitas dan kuantitas insan kreatif. Menyadari bahwa “Kreatifitas ternyata tidak bisa dipisahkan dari pertumbuhan ekonomi.” Seperti yang di utarakan Richard Florida, Inggris.
Ulya Narissa
No Comment to " Indonesia itu Ada Kesempatan! "